Minggu, 10 Oktober 2021

Antara Pamer dan Pencitraan

 

Milah Smart


Bismillahirohmanirrahim,,

Assalamualaikum sahabat Mila, semoga Allah Ta’ala yang telah mengiringi setiap kesulitan yang kita hadapi dengan kemudahan. Allah lah mengetahui bahwa keberhasilan tidak diraih tanpa kerja keras, kegigihan dan semangat untuk merealisasikan mimpi, mewujudkan karya yang bermanfaat bagi ummat Islam.

Tentu saja sahabat, semuanya diiringin dengan doa-doa agar Allah memberkahi dan meridhoi setiap langkah kita. Betul ya? Kita bersaksi bahwa tiada tuhan yang berhak disebah kecuali Allah dan Muhammad adalah hamba yang diutusNya untuk seluruh manusia.

Sholawat dan salam juga kita sampaikan untuk keluarga beliau, serta umat beliau yang tidak pernah mengenal kata “menyerah” dalam mewujudkan cita-cita mulia yakni berkhidmat untuk ummat.

Sahabat Milah yang dirahmati Allah, suatu aib yang mungkin kita pernah lakukan, yaitu riya’ (pamer). Salah satu gejalanya yang disebutkan oleh para ulama adalah "ketika kita semangat beramal hanya ingin dilihat orang lain dan malas beramal saat kita dalam kesendirian." 

Seorang ulama tabi’in keenam bernama Fudhail bin Iyadh rahimahullah berkata “Aku mendapati ada orang-orang yang awalnya suka riya’ (pamer) dengan apa yang dikerjakannya. Lambat laun mereka akhirnya memamerkan apa yang sebenarnya bukan merupakan amal mereka sendiri.”

Riya' dalam bahasa keseharian kita dapat diartikan sebagai ingin dipuji manusia. Ini adalah salah satu penyakit riya’ yang menjalar, berproses hingga membuahkan dosa yang baru. Yakni kedustaan demi mendapatkan pujuan orang lain. Atau biasa kita dengan dengan kata pencitraan yang konotasinya negatif. Naudzubillah 


Sebagaimana Allah SWT berfirman dalam surah Al-Anfaal ayat ke 47.
Artinya: "Dan janganlah kamu menjadi seperti orang-orang yang keluar dari kampungnya dengan rasa angkuh dan dengan maksud ria kepada manusia serta menghalangi (orang) dari jalan Allah. Dan (ilmu) Allah meliputi apa yang mereka kerjakan.” (Al-Anfaal/47)

Pada awalnya seorang pelaku riya’ ini, ingin dilihat dan dinilai orang lain sebagai ahli ibadah, dan dinilai sebagai ahli dermawan. Setidaknya, ketika ia melakukan satu kebaikan, ia ingin dilihat oleh orang lain dan berharap banyak orang yang melihatnya dan menilainya bahwa ia sedang berbuat kebaikan.

Sedangkan perncitraan adalah ketika kita menampakkan ibadah tertentu di moment tertentu agar orang lain menilai bahwa aktivitas yang sedang kita kerjakan ini, sudah menjadi kebiasaan dan melekat pada diri ini. Padahal aktivitas itu bukan kebiasaan asli kita. Inilah pencitraan yang mengandung kedustaan juga yang berbaur dengan riya’

Sahabat Mila, mari kita lihat bagimana dengan orang shalih yang ia dipuji atau dipandang orang diatas apa yang dilakukannya, maka ia akan beristigfar, mohon ampunan kepada Allah atas keteledorannya sekaligus memohon kepadaNya agar diberikan kemampuan untuk melakukan amal yang lebih baik lagi.

Dalam hadist yang di riwayatkan oleh Bukhari bahwa, seorang Imam Bukhari dalam Adabul Mufrad meriwayatkan, “Dulu ada seorang sahabat Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam, yang apabila dia dipuji mengucapkan, “Ya Allah jangan Engkau menghukumku disebabkan pujian yang dia ucapkan, ampunilah aku, atas kekuranganku yang tidak mereka ketahui. Dan jadikanlah aku lebih baik dari penilaian mereka terhadapku.” (HR. Bukhari)

Demikian sahabat Mila perberdaan antara pamer dan perncitraan. Semoga Allah sentiasa memberikan bimingannya kepada kita semua ya. Semoga Allah juga jaga kita dari sikap pamer dan pencitraan ini. 

Salam, 
Milah Smart
Slide Designer Musliah & Training Facilitator


Tidak ada komentar:

Posting Komentar