Milah Smart |
Prakk! Terdengar lagi
ada piring yang pecah di dapur. Entah piring ke berapa yang menjadi korban atas
pertengaran ayah dan mamahnya Johan. Hampir setiap hari, Johan bersahabat
dengan suana yang sangat keruh di rumahnya.
Selain piring pecah, meja ruang makan pun pernah menjadi saksi kemarahan
ayah ketika betengah dengan mamah.
Ayah Johan adalah sosok
yang keras kepala, tidak sayang istri dan pemarah. Setiap hari ayah
menghabiskan waktunya untuk bermain judi bersama ke sembilan teman-temannya.
Bahkan tak jarang para depkolektor datang dan menggedor rumah Johan untuk
menagih hutang ayahnya. Sementara ketika itu Johanlah yang menghadapinya.
Lantaran ketika mereka datang, ayah selalu tidak ada di rumah.
Sedangkan ibunya, ia
adalah seorang ibu yang sangat pelit, boros dan juga egois. Saking egoisnya, ia
tidak mau membayarkan biaya sekolah Johan. Karena ia berfikir bahwa suamilah
yang bertanggungjawab atas nafkah keluarga (termasuk biaya pendidikan johan).
Setiap hari ia menghias dirinya, membeli barang-barang bemerk. Mulai dari baju,
celana panjang, sampai ikat rambutnya pun ia beli di toko online dengan harga
yang amat mahal.
Dalam rumah, tidak
pernah Johan rasakan, dirinya bisa makan bersama, berbagi rasa sebagaimana
selayaknya keluarga. Saling menjaga, mencintai, memahami dan menjadi pendukung dalam setiap keadaan. Johan adalah anak tungga dari ayah dan ibunya
yang bernama Fernano dan Ranti.
Walau Johan tidak
mendapatkan dukungan keluarga (baik secara materi maupun materil) dirinya tidak
patah semangat dalam belajar. Di SMA nya, ia menemukan sosok yang menjadi
tempat curhanya. Ia seakan menjadi pengganti ayah baginya. Namanya pak Imam
Susanto. Beliau adalah Guru Pendidik Agama Islam di sekolahnya. Dari pak Imam
lah ia belajar membaca Alquran dan memahami ilmu-ilmu agama. Termasuk ilmu adab
dalam berinterkasi dan berbakti kepada orang tua.
Pernah satu kejadian
(saat ia sudah dinyatakan lulus dari SMA Adi Putra) ia memutuskan untuk
berkerja dan tidak melanjutkan ke perguran tinggi. Hal itu pun ia sampaikan ke
guru ngajinya Pak Imam usai pertemuan pekanan di Masjid Nurul Silam dekat
sekolahnya. Tapi pak Imam menasehatinya.
“Wahai Johan! Kita memang tidak bisa memilih dari
siapa kita lahir, walaupun kita berasal dari kampung, tapi kita berhak
menentukan masa depan kita. Berpendidikan memang tidak menjamin masa depan
kita, tapi dengan berpendidikan ia akan merubah pola pikir hidup kita”. Ujar pak Imam menyemangi
Johan untuk melanjutan belajar ke jenjang selajutnya.
Nasehat pak Imam inilah
yang pada akhirnya membuat Johan terus semangat, berusaha dan berjuang untuk
mewujudkan impiannya menjadi Dosen. Ia pun meminta pak Imam untuk membantunya
mendaftarkan ke kampus UIN Raden Intan Lampung. Setelah mendaftarkan lewat
jalur UMPTKIN, Johan diterima di jurusan Komunikasi dan Penyiaran Islam
Fakultas Dakwah dan Ilmu Komunikasi kampus UIN raden Intan Lampung. Sejak tahun
2013 ia tercatat sebagai mahasiwa dan menimba ilmu di kampus impiannya.
Perjuangan di dunia
kampus Hijau pun ia mulai. Ia tinggal di Masjid Insan Kamil atas bantuan atas
bantuan dari pak Imam guru SMAnya dulu. Kebetulan pak Imam adalah alumnus dari
UIN Raden Intan Lampung dan pernah tinggal di masjid yang ia tempati sekarang.
Kuliah Ta’aruf (KULTAH)selama
satu pekan, ia lewati dengan penuh semangat. Disinilah ia pun bertemu dengan
teman-teman satu jurusannya. Termasuk Siska dan Aulia. Hingga pada akhirnya
mereka bertiga ditakdirkan satu kelas di kelas KPI A. Siska dan Aulia yang pada
akhirnya menjadi sahabat dan menjadi saksi perjuangan Johan menempuh pendidikan
Strata 1 (S1) di kampus yang terletak di Jl. Endro Suratmin Sukarame bandar
Lampung.
Siska adalah seorang
gading asli kota tapis berseri. Gadis yang sangat menyukai fotografi ini memiliki
sikap tegas, cerewat dan sangat berani. Sikap beraninya membuatnya ditakuti
oleh beberapa laki-laki yang ingin dekat dengannya. Ayah (pak Iwan) adalah
seorang pengusaha kulier yang memiliki lebih dari 70 cabang kuliner yang
tersebar di seluruh Provinsi Lampung. Sedangkan ibunya (Meriawati) adalah
rektor di salah satu kampus swasta yang ada di kota Bandar Lampung.
Aulia memiliki nama
lengkap Aulia Citra Rahmawati. Ia adalah anak sulung dari tiga saudara. Adik
pertamanya (Arkan) masih duduk di kelas VII SMPIT Daarul ‘Ilmi Bandar Lampung dan
adik keduanya (Mutia) masih duduk di kelas 2 SDIT Fitrah Insani Langkapura. Dia
sangat menyayangi adik-adiknya dan mencintai kedua orang tuanya. Ayah dan
ibunya adalah guru di salah satu sekolah Islam Terpadu yang ada di Kota Bandar
Lampung.
Kini tibalah hari pertama masuk kuliah. Kebiasaan
Johan yang selalu bangun sebelum subuh dan mengawali aktivitasnya dengan solat
qiyamullail tidak pernah ia tinggalkan. Hal itu berawal saat ia mendapatkan materi
pekanan yang disampaikan pa Imam diakhir peremuan dengan tema “Raih Prestasi
dengan Ridhonya.” Pak Imam menyampaikan mengenai keistimewaan solat qiyamullail.
Sejak saat itu ia tidak pernah melewatkan malamnya dengan solat qiyamullail.
Kecuali ketika Johan ada udzur syar’i dan ketika ia dirawat di puskesmas karena
sakit typus.
Setelah menyelesaikan aktivitas
yang menjadi rutinitasnya di masjid, (seperti menyapu lantai, mengepel,
membersihkan tempat wudu) ia pun mandi, sarapan, dan siap-siap untuk berangkat
ke kampus. Walau jarak tempuh dari masjid ke kampusnya adalah 25 menit dan dilewati
dengan berjalan kaki, Johan tidak pernah mengeluh akan hal itu. Ia tidak pernah
telat hadir ketika masuk kelas. Karena kedisiplinannya yang bagus, ia diangkat
oleh teman-temannya sebagai ketua kelas.
Selain sikap disiplin,
Johan memiliki semangat belajar yang tinggi. Terbukti, di semester awal nilai
IPK Johan nyaris sempurna, (3,98 dia dapatkan). Tak jarang sebagaian dari 40
teman yang ada di kelasnya, menjadikan Johan sebagai tepat bertanya jika mereka
tidak memahami pelajaran yang dijelaskan oleh dosennya.
Setelah mengikuti
pembelajaran di kelas, Johan, Siska dan Aulia selalu menyempatkan untuk berkumpul
untuk membaca buku, diskusi dan mencari inspirasi di perpustakaan pusat.
Sesekali mereka juga ngongkrong di embung rektorat (tepat di sebelah masjid
Safinatul Ulum). Kacang polong dan gorengan juga turut menemani obrolan mereka.
Dalam dunia persahabatan
tak selamanya berjalan dengan mulus. Ada konflik dan masalah yang menjadi
bumbu-bumbu didalamnya. Lalu disanalah kita akan melihat dari sudut pandang
yang kadang berbeda. Sang sungguh perbedaan merupakah fitrah dariNya.
Hal ini pun terjadi
para persahabaan mereka. Ketika itu, tepat di hari ulang tahunnya Siska (21
tahun) ia mengajak Johan dan Aulia makan bersama di restaurants Raisya.
Restaurants Raisya merupakan restaurants ternama di kota Bandar Lampung. Di
restaurans yang terletak di Jl. Way Halim Bandar Lampung, menyedikan berbagai
jenis burger ala korea, chicken hot, dan aneka jenis coffee. Hampir setiap orang
di kampus UIN tau bahwa, yang bisa makan di restaurants ini adalah orang-orang
dari kalangan ekonominya ke atas. Bagaimana tidak, hampir semua menu diberi
label harga diatas 250 per porsi. WAW!
“Aulia, Johan. Selama
kita kuliah udah 2 tahun ini, kita ngongkron dan diskusinya di di kampus aja.
Kalau gak di perpus pusat ya di embung. Gitu-gitu aja. Bosen gak sih kalian.
Nah! Kemarin akun lihat di instagram, ada satu tempat nongkrong di Bandar
Lampung ini yang lagi hits, dan banyak yang berkunjung disana. Murah ko 250K
per porsi. Hari ini kan, hari ulang tahun. Aku bayarin 50 % nya deh. Yang
penting kita bertiga kesana. Gimana? Kalian mau kan?” tanya Siska saat mereka
berada di kelas usai pelajaran Jurnalistik bersama Prof. Lukman Hakim. M.Si.
Aulia terdiam dan belum
memberikan tanggapan. Johan pun perlahan memberikan tanggapan. “Siswa, mohon
maaf sebelumnya. Bukannya aku tidak menerima tawaranmu itu, tapi kamu kan tau,
aku marbot di masjid, jadi sebelum ashar, aku harus sudah stay di masjid untuk adzan
dan melanjutkan mengajar anak-anak di TPA.” Ucap Johan.
Aulia masih terdiap. Ia
menatap wajah Johan yang sedang minum es tes kesukaannya sambil mencerna apa
yang ia ucapkan. Tiba-tiba Siswa menyahut. “Oh jadi kamu lebih memilih masjid
dan anak-ana di TPA dari apa ajakanku sebagai sahabatmu? Inikah yang namany
Sahabat? Menolak kebersamaan demi sesuatu yang remeh?. Selama ini aku selalu memberikan
apa yang kamu butuhkan. Aku pinjamkan laptapku ketika kamu membutuhkannya untuk
mengerjakan tugas. Tapi! apa balasanmu?” Siska terlihat kecewa dengan jawaban
Johan.
“Siska. Mungkin bagimu,
aktivitasku di Masjid dan perjuanganku mengajar anak-anak di TPA adalah sesuatu
yang remeh, tapi tidak bagiku Siska. Dari sanalah aku bisa mencukupi
kehidupanku. Dari sana juga aku bisa membayar biaya print dan fotokopi dari
tugas kuliahku di kampus. Dari sana juga aku bisa menyambung hidup.” Johan
menjelaskan asalanya. Namun Siska tidak menerima penjelasan Johan.
“Kamu terlahir dari
keluarga yang serba ada. Ada orang tua yang menyayangimu, mendukung, menjaga,
dan memperhatikan setiap keperluan kuliahmu. Sementara aku. Aku adalah orang
kampung. Sejak kecil aku tidak mendapatkan kasih sayang dan perhatian ayah dan
Ibu. Bahkan mereka pun tidak menginginkan aku ada di kehidupan mereka. Harusnya
kamu bersyukur dan bersungguh-sungguh dalam mengelolanya. Karena semua itu
adalah karunia yang Allah titipkan kepadamu.” Tambah Johan
Suasana kelas (ruang 5
lantai satu) dengan full Ac yang dingin berubah jadi panas. Sepanas perbincangan
mereka waktu itu. Aulia pun menengahi Johan dan Siska.
“Siska, apa yang
dikatakan Johan ada betulnya juga. Kita harus memanfaatkan semua fasilitas yang
diberikan oleh orang tua kita. Termasuk menghemat uang pemberian mereka.“ Aulia
memberi pengertian kepada Siska. Namun siska tetap tidak mau menerima penjelasan
mereka. Siska bergegas mengambil tas warna coklak yang ia bawa tampa berpamitan
dengan Aulia dan Johan. Ia pulang dengan rasa kecewa. Lantaran Aulia dan Johan
tidak mengamini permintaan Siska.
Satu pekan pun berlalu,
tidak ada lagi baca buku dan diskusi di perpus pusat ataupun embung kampus.
Semua jadi berubah. Siska tak lagi menjawab saat aulia dan johan menyapa. Tapi
Aulia dan Johan tetap berusaha untuk menjalin hubungan baik sebagai sedia kalia.
Kesepian pun dirasakan Siska. Tidak
merasa ada yang hilang dalam hidupnya. Bukan karena uang pemberiaan ayah atau
ibunya, bukan juga fasilitas yang diberikan orang tuanya. Melainkan kedua
sahabatnya. Johan dan Aulia.
Siska pun mengirim
pesan via whatsapp kepada Johan dan Aulia. Bahwa dirinya ingin bertemu usai
pembelajaran berakhir. Setelah mata kuliah Metopen (Metode Penelitian) bersama pak
M. Syamsul. PhD. mereka untuk bertemu di embung pusat.
Siska, dan Johan sudah
hadir sedangkan Aulia terlambat lima menit dari jadwal. Tertiba saat Aulia
datang, Aulia bernarasi. Kurang lebih bunyinya begini:
Diawal kita tak saling
mengenal,
Lalu Allah perkenankan
kita bersama
Salam bingkau kelas KPI
A
Kita lewati masa
bersama dengan ceria dan bahagia
Lalu, apakah dengan masalah
yang ada kita jadi berbeda?
Bukankah berbeda itu
bagian fitrahNya?
Mari bersatu padu untuk
meraih keridhoanNya.
Suasana jadi haru, air
mata Siska berderai tanpa sengaja mendengar untaian narasi yang Aulia baca.
Sejak kelas 4 SD, Aulia memang suka dengan menulis. Bahkan ketika duduk di
kelas X SMA, ia telah menerbitkan lebih dari 10 karya tulis. Baik berupa buku
single maupun antlogi. Belum sempat Siska meminta maaf kepada Johan dan Aulia,
mereka akhirnya bisa bersama kembali.
13 Maret 2017, Johan
lulus dengan nilai A pada sidang Munaqosyah (ujian kelulusan) dan pada wisuda
periode pertama 20 April di tahun yang sama, dirinya di nobatkan sebagai
lulusan terbaik Fakultas Dakwah dan Ilmu Komunikasi UIN Raden Intan Lampung dengan predikat Cum Laude.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar