Senin, 09 Agustus 2021

CERPEN #2 - JOHAN

 

Milah Smart


Prakk! Terdengar lagi ada piring yang pecah di dapur. Entah piring ke berapa yang menjadi korban atas pertengaran ayah dan mamahnya Johan. Hampir setiap hari, Johan bersahabat dengan suana yang sangat keruh di rumahnya.  Selain piring pecah, meja ruang makan pun pernah menjadi saksi kemarahan ayah ketika betengah dengan mamah.

Ayah Johan adalah sosok yang keras kepala, tidak sayang istri dan pemarah. Setiap hari ayah menghabiskan waktunya untuk bermain judi bersama ke sembilan teman-temannya. Bahkan tak jarang para depkolektor datang dan menggedor rumah Johan untuk menagih hutang ayahnya. Sementara ketika itu Johanlah yang menghadapinya. Lantaran ketika mereka datang, ayah selalu tidak ada di rumah.

Sedangkan ibunya, ia adalah seorang ibu yang sangat pelit, boros dan juga egois. Saking egoisnya, ia tidak mau membayarkan biaya sekolah Johan. Karena ia berfikir bahwa suamilah yang bertanggungjawab atas nafkah keluarga (termasuk biaya pendidikan johan). Setiap hari ia menghias dirinya, membeli barang-barang bemerk. Mulai dari baju, celana panjang, sampai ikat rambutnya pun ia beli di toko online dengan harga yang amat mahal.

Dalam rumah, tidak pernah Johan rasakan, dirinya bisa makan bersama, berbagi rasa sebagaimana selayaknya keluarga. Saling menjaga, mencintai, memahami dan  menjadi pendukung dalam setiap keadaan.  Johan adalah anak tungga dari ayah dan ibunya yang bernama Fernano dan Ranti.

Walau Johan tidak mendapatkan dukungan keluarga (baik secara materi maupun materil) dirinya tidak patah semangat dalam belajar. Di SMA nya, ia menemukan sosok yang menjadi tempat curhanya. Ia seakan menjadi pengganti ayah baginya. Namanya pak Imam Susanto. Beliau adalah Guru Pendidik Agama Islam di sekolahnya. Dari pak Imam lah ia belajar membaca Alquran dan memahami ilmu-ilmu agama. Termasuk ilmu adab dalam berinterkasi dan berbakti kepada orang tua.

Pernah satu kejadian (saat ia sudah dinyatakan lulus dari SMA Adi Putra) ia memutuskan untuk berkerja dan tidak melanjutkan ke perguran tinggi. Hal itu pun ia sampaikan ke guru ngajinya Pak Imam usai pertemuan pekanan di Masjid Nurul Silam dekat sekolahnya. Tapi pak Imam menasehatinya.

“Wahai Johan! Kita memang tidak bisa memilih dari siapa kita lahir, walaupun kita berasal dari kampung, tapi kita berhak menentukan masa depan kita. Berpendidikan memang tidak menjamin masa depan kita, tapi dengan berpendidikan ia akan merubah pola pikir hidup kita”. Ujar pak Imam menyemangi Johan untuk melanjutan belajar ke jenjang selajutnya.

Nasehat pak Imam inilah yang pada akhirnya membuat Johan terus semangat, berusaha dan berjuang untuk mewujudkan impiannya menjadi Dosen. Ia pun meminta pak Imam untuk membantunya mendaftarkan ke kampus UIN Raden Intan Lampung. Setelah mendaftarkan lewat jalur UMPTKIN, Johan diterima di jurusan Komunikasi dan Penyiaran Islam Fakultas Dakwah dan Ilmu Komunikasi kampus UIN raden Intan Lampung. Sejak tahun 2013 ia tercatat sebagai mahasiwa dan menimba ilmu di kampus impiannya.

Perjuangan di dunia kampus Hijau pun ia mulai. Ia tinggal di Masjid Insan Kamil atas bantuan atas bantuan dari pak Imam guru SMAnya dulu. Kebetulan pak Imam adalah alumnus dari UIN Raden Intan Lampung dan pernah tinggal di masjid yang ia tempati sekarang.

Kuliah Ta’aruf (KULTAH)selama satu pekan, ia lewati dengan penuh semangat. Disinilah ia pun bertemu dengan teman-teman satu jurusannya. Termasuk Siska dan Aulia. Hingga pada akhirnya mereka bertiga ditakdirkan satu kelas di kelas KPI A. Siska dan Aulia yang pada akhirnya menjadi sahabat dan menjadi saksi perjuangan Johan menempuh pendidikan Strata 1 (S1) di kampus yang terletak di Jl. Endro Suratmin Sukarame bandar Lampung.

Siska adalah seorang gading asli kota tapis berseri. Gadis yang sangat menyukai fotografi ini memiliki sikap tegas, cerewat dan sangat berani. Sikap beraninya membuatnya ditakuti oleh beberapa laki-laki yang ingin dekat dengannya. Ayah (pak Iwan) adalah seorang pengusaha kulier yang memiliki lebih dari 70 cabang kuliner yang tersebar di seluruh Provinsi Lampung. Sedangkan ibunya (Meriawati) adalah rektor di salah satu kampus swasta yang ada di kota Bandar Lampung.

Aulia memiliki nama lengkap Aulia Citra Rahmawati. Ia adalah anak sulung dari tiga saudara. Adik pertamanya (Arkan) masih duduk di kelas VII SMPIT Daarul ‘Ilmi Bandar Lampung dan adik keduanya (Mutia) masih duduk di kelas 2 SDIT Fitrah Insani Langkapura. Dia sangat menyayangi adik-adiknya dan mencintai kedua orang tuanya. Ayah dan ibunya adalah guru di salah satu sekolah Islam Terpadu yang ada di Kota Bandar Lampung.

 Kini tibalah hari pertama masuk kuliah. Kebiasaan Johan yang selalu bangun sebelum subuh dan mengawali aktivitasnya dengan solat qiyamullail tidak pernah ia tinggalkan. Hal itu berawal saat ia mendapatkan materi pekanan yang disampaikan pa Imam diakhir peremuan dengan tema “Raih Prestasi dengan Ridhonya.” Pak Imam menyampaikan mengenai keistimewaan solat qiyamullail. Sejak saat itu ia tidak pernah melewatkan malamnya dengan solat qiyamullail. Kecuali ketika Johan ada udzur syar’i dan ketika ia dirawat di puskesmas karena sakit typus.

Setelah menyelesaikan aktivitas yang menjadi rutinitasnya di masjid, (seperti menyapu lantai, mengepel, membersihkan tempat wudu) ia pun mandi, sarapan, dan siap-siap untuk berangkat ke kampus. Walau jarak tempuh dari masjid ke kampusnya adalah 25 menit dan dilewati dengan berjalan kaki, Johan tidak pernah mengeluh akan hal itu. Ia tidak pernah telat hadir ketika masuk kelas. Karena kedisiplinannya yang bagus, ia diangkat oleh teman-temannya sebagai ketua kelas.

Selain sikap disiplin, Johan memiliki semangat belajar yang tinggi. Terbukti, di semester awal nilai IPK Johan nyaris sempurna, (3,98 dia dapatkan). Tak jarang sebagaian dari 40 teman yang ada di kelasnya, menjadikan Johan sebagai tepat bertanya jika mereka tidak memahami pelajaran yang dijelaskan oleh dosennya.

Setelah mengikuti pembelajaran di kelas, Johan, Siska dan Aulia selalu menyempatkan untuk berkumpul untuk membaca buku, diskusi dan mencari inspirasi di perpustakaan pusat. Sesekali mereka juga ngongkrong di embung rektorat (tepat di sebelah masjid Safinatul Ulum). Kacang polong dan gorengan juga turut menemani obrolan mereka.

Dalam dunia persahabatan tak selamanya berjalan dengan mulus. Ada konflik dan masalah yang menjadi bumbu-bumbu didalamnya. Lalu disanalah kita akan melihat dari sudut pandang yang kadang berbeda. Sang sungguh perbedaan merupakah fitrah dariNya.

Hal ini pun terjadi para persahabaan mereka. Ketika itu, tepat di hari ulang tahunnya Siska (21 tahun) ia mengajak Johan dan Aulia makan bersama di restaurants Raisya. Restaurants Raisya merupakan restaurants ternama di kota Bandar Lampung. Di restaurans yang terletak di Jl. Way Halim Bandar Lampung, menyedikan berbagai jenis burger ala korea, chicken hot, dan aneka jenis coffee. Hampir setiap orang di kampus UIN tau bahwa, yang bisa makan di restaurants ini adalah orang-orang dari kalangan ekonominya ke atas. Bagaimana tidak, hampir semua menu diberi label harga diatas 250 per porsi. WAW!

“Aulia, Johan. Selama kita kuliah udah 2 tahun ini, kita ngongkron dan diskusinya di di kampus aja. Kalau gak di perpus pusat ya di embung. Gitu-gitu aja. Bosen gak sih kalian. Nah! Kemarin akun lihat di instagram, ada satu tempat nongkrong di Bandar Lampung ini yang lagi hits, dan banyak yang berkunjung disana. Murah ko 250K per porsi. Hari ini kan, hari ulang tahun. Aku bayarin 50 % nya deh. Yang penting kita bertiga kesana. Gimana? Kalian mau kan?” tanya Siska saat mereka berada di kelas usai pelajaran Jurnalistik bersama Prof. Lukman Hakim. M.Si.

Aulia terdiam dan belum memberikan tanggapan. Johan pun perlahan memberikan tanggapan. “Siswa, mohon maaf sebelumnya. Bukannya aku tidak menerima tawaranmu itu, tapi kamu kan tau, aku marbot di masjid, jadi sebelum ashar, aku harus sudah stay di masjid untuk adzan dan melanjutkan mengajar anak-anak di TPA.” Ucap Johan.

Aulia masih terdiap. Ia menatap wajah Johan yang sedang minum es tes kesukaannya sambil mencerna apa yang ia ucapkan. Tiba-tiba Siswa menyahut. “Oh jadi kamu lebih memilih masjid dan anak-ana di TPA dari apa ajakanku sebagai sahabatmu? Inikah yang namany Sahabat? Menolak kebersamaan demi sesuatu yang remeh?. Selama ini aku selalu memberikan apa yang kamu butuhkan. Aku pinjamkan laptapku ketika kamu membutuhkannya untuk mengerjakan tugas. Tapi! apa balasanmu?” Siska terlihat kecewa dengan jawaban Johan.

“Siska. Mungkin bagimu, aktivitasku di Masjid dan perjuanganku mengajar anak-anak di TPA adalah sesuatu yang remeh, tapi tidak bagiku Siska. Dari sanalah aku bisa mencukupi kehidupanku. Dari sana juga aku bisa membayar biaya print dan fotokopi dari tugas kuliahku di kampus. Dari sana juga aku bisa menyambung hidup.” Johan menjelaskan asalanya. Namun Siska tidak menerima penjelasan Johan.

“Kamu terlahir dari keluarga yang serba ada. Ada orang tua yang menyayangimu, mendukung, menjaga, dan memperhatikan setiap keperluan kuliahmu. Sementara aku. Aku adalah orang kampung. Sejak kecil aku tidak mendapatkan kasih sayang dan perhatian ayah dan Ibu. Bahkan mereka pun tidak menginginkan aku ada di kehidupan mereka. Harusnya kamu bersyukur dan bersungguh-sungguh dalam mengelolanya. Karena semua itu adalah karunia yang Allah titipkan kepadamu.” Tambah Johan

 

Suasana kelas (ruang 5 lantai satu) dengan full Ac yang dingin berubah jadi panas. Sepanas perbincangan mereka waktu itu. Aulia pun menengahi Johan dan Siska.

“Siska, apa yang dikatakan Johan ada betulnya juga. Kita harus memanfaatkan semua fasilitas yang diberikan oleh orang tua kita. Termasuk menghemat uang pemberian mereka.“ Aulia memberi pengertian kepada Siska. Namun siska tetap tidak mau menerima penjelasan mereka. Siska bergegas mengambil tas warna coklak yang ia bawa tampa berpamitan dengan Aulia dan Johan. Ia pulang dengan rasa kecewa. Lantaran Aulia dan Johan tidak mengamini permintaan Siska.

Satu pekan pun berlalu, tidak ada lagi baca buku dan diskusi di perpus pusat ataupun embung kampus. Semua jadi berubah. Siska tak lagi menjawab saat aulia dan johan menyapa. Tapi Aulia dan Johan tetap berusaha untuk menjalin hubungan baik sebagai sedia kalia.  Kesepian pun dirasakan Siska. Tidak merasa ada yang hilang dalam hidupnya. Bukan karena uang pemberiaan ayah atau ibunya, bukan juga fasilitas yang diberikan orang tuanya. Melainkan kedua sahabatnya. Johan dan Aulia.

Siska pun mengirim pesan via whatsapp kepada Johan dan Aulia. Bahwa dirinya ingin bertemu usai pembelajaran berakhir. Setelah mata kuliah Metopen (Metode Penelitian) bersama pak M. Syamsul. PhD. mereka untuk bertemu di embung pusat.

Siska, dan Johan sudah hadir sedangkan Aulia terlambat lima menit dari jadwal. Tertiba saat Aulia datang, Aulia bernarasi. Kurang lebih bunyinya begini:

Diawal kita tak saling mengenal,

Lalu Allah perkenankan kita bersama

Salam bingkau kelas KPI A

Kita lewati masa bersama dengan ceria dan bahagia

Lalu, apakah dengan masalah yang ada kita jadi berbeda?

Bukankah berbeda itu bagian fitrahNya?

Mari bersatu padu untuk meraih keridhoanNya.

Suasana jadi haru, air mata Siska berderai tanpa sengaja mendengar untaian narasi yang Aulia baca. Sejak kelas 4 SD, Aulia memang suka dengan menulis. Bahkan ketika duduk di kelas X SMA, ia telah menerbitkan lebih dari 10 karya tulis. Baik berupa buku single maupun antlogi. Belum sempat Siska meminta maaf kepada Johan dan Aulia, mereka akhirnya bisa bersama kembali.

13 Maret 2017, Johan lulus dengan nilai A pada sidang Munaqosyah (ujian kelulusan) dan pada wisuda periode pertama 20 April di tahun yang sama, dirinya di nobatkan sebagai lulusan terbaik Fakultas Dakwah dan Ilmu Komunikasi  UIN Raden Intan Lampung dengan predikat Cum Laude.



Tidak ada komentar:

Posting Komentar