Rabu, 13 Oktober 2021

Empat Cara Seorang Muslim Menegur Saudaranya

 

Milah Smart

Bismillahirrahmanirrahim

Sahabat Mila, dimanapun beradaKali ini MIla ingin mengajak sahabat semua untuk membahas tentang satu masalah yang mungkin sudah tidak asing lagi dipendengaran kita semua. Yakni bagaimana seharusnya seorang muslim dalam menegur. Sebenarnya tulisan ini diawali dengan satu kisah MIla, beberapa tahun silam.

Waktu Mila buat satu flayer desain kata motivasi dan kemudian ada kesalahan kata dalam flayer itu "typo" dan flayernya waktu itu sudah diupload melalui akun lembaga tempat Mia bekerja. Sampai hari ini, sebetulnya Mila masih memperbaiki tulisan yang sudah typo ini (namun hal ini bisa diperbaiki, karena bukan kesalahan secara  prinsip dan hanya perlu ketelitian dan kehati-hatian lebih tinggi). Nah! saat itu, intinya Mila ditegur di depan umum. Pagi-pagi (di jam kerja) Mila ditegur di hadapan rekan-rekan kerja yang ada di kantor. Alhamdulillah ndak lama dari beliau menegur Mila, belia pindah kerja di luar kota.

Sahabat Mila pasti bisa bayangkan ya. Masih pagi, harusnya masih semangat dalam bekerja, eh! Ini ditegur dengan celotehan yang pada waktu itu sih nyelekit ke hati. "Mbak, yang bener dong kalau buat desain. Sebelum diupload dibaca dan diteliti lagi. Ingat mbak ini membawa lembaga ternama lho". ucapnya dengan wajah sinis.

Rekan-rekan kerja pada saat itu memperhatikan, walau mereka ndak dekat Mila tapi mereka mendengarnya saat Mila ditegur. Mila menyadari bahwa apa yang Mila lakukan kemarin itu memang salah, tapi yang Mila tidak suka adalah beliau (yang menegur itu) menggunakan cara yang kurang baik. Sehingga waktu itu Mila merasa direndahkan begitu. 

Waktu itu Mila hanya diam dan menganggukkan kepala (pertanda Mila mendengerkan nasehat itu) tapi hati Mila terasa di iris-iris oleh pisau yang tajam. Entahlah apa Mila nya yang cengeng mungkin, dan hatinya belum lapang. Ya, memang pada waktu itu Mila tahun pertama kali masuk dan berinteraksi dengan dunia kerja.

Usai dari perbincangan itu, Mila pun berjanji “Saat teman Mila atau siapapun yang melakukan kesalahan, Mila tidak akan menasehatinya di hadapan orang banyak. Karena itu hanya membuat sakit”

Ok. Langsung aja ya. Mila akan mengajak sahabat untuk membuka mushaf Al- Qurannya. Yakni surah An-Nahl ayat 125. 

Sudah belum? Hayuk atuh buka Al-Qurannya.  surah An-Nahl ayat 125. Yuk baca ayatnya. 

Nah! kemudian kita baca artinya Serulah manusia kepada jalan TuhanMu dengan hikmah dan pengajaran yang baik, dan berdebatlah dengan mereka dengan cara yang baik. Sesungguhnya Allah maha mengetahui siapa saja orang- orang yang tersesat dijalanNya dan (Allah) dialah yang mengetahui siapa saja yang mendapat petunjuk” (Surah An-Nahl: 125).

Sahabat Mila, mari kita lihat etika mengenai memberi nasehat yang dikemukakan oleh Imam Nawawi dalam Syarah ‘Arbain an-Nawawiyah di bawah ini.

Pertama, janganlah ikatan pertemanan, persaudaraan, dan lainnya yang ada di antara kita dengan orang lain membuat kita merasa enggan atau tidak enak hati untuk menasihati orang tersebut bila ia melakukan kemungkaran. Karena sesungguhnya, persaudaraan sejati adalah persau-daraan yang dilakukan karena Allah, cinta dan benci pun karena Allah.

Sahabat sejati bukanlah sahabat yang selalu membenarkan kita, baik kita benar atau salah. Akan tetapi, sahabat sejati adalah sahabat yang mengingatkan kita ketika kita lupa, menegur kita ketika kita salah, dan menasehati kita kepada kebenaran dan mencegah kita dari kesesatan.

Sungguh hari ini banyak sekali orang-orang yang meninggalkan nasihat-menasihati. Padahal kalau kita tau bahwa dalam Al-Qur’an disebutkan bahwa orang-orang yang beruntung adalah orang-orang yang saling menasehati dalam kebenaran.

Kedua, hendaklah nasihat itu dilakukan dengan cara yang baik, bukan dengan celaan dan hinaan, atau cara-cara kasar lainnya. Ketiga, hendaklah nasihat dilakukan bukan di depan umum atau di depan orang lain. Akan tetapi, lakukanlah nasihat dengan pribadi, dengan empat mata.

Keempat, jangan lupa iringi nasihat dengan doa. Agar orang yang kita nasihati mau kembali kepada kebenaran. Karena sejatinya, tidak ada kewajiban bagi kita untuk memastikan seseorang yang kita nasihati untuk menerima nasihat kita. Kewajiban kita sebatas memberi nasihat dengan sebaik mungkin, bila diterima itu yang terbaik baginya, dan bila ditolak, maka itu urusannya dengan Robbnya.

Itu aja yang bisa saya tulisan mudah-mudahan ber-manfaat.

Aamiin Allahumma Aamiin. Wallahu a’lam bish-showab.


Salam, 
Milah Smart
Slide Designer Muslimah & Training Facilitator


Tidak ada komentar:

Posting Komentar